Postingan

Menjadi Stoik

Sepekan terakhir, banyak sekali kejutan besar yang menghampiri hidupku. Kenapa kejutan? Karena kejadiannya benar-benar tidak aku duga. Tentu kejutan tidak selalu tentang menyenangkan. Dan pada saat itu, kejutan yang menghampiriku adalah kejutan yang kurang menyenangkan. Tentu kaget, dan sebagai manusia normal mengeluh kepada tuhan adalah hal yang aku lakukan. Tapi ini semua tidak berlangsung lama, karena beberapa bulan terakhir aku menjalankan sebuah aliran filsafat tentang cara berfikir yang membantuku menyelesaikan masalah yang harus diselesaikan. Aliran filsafat ini tidak bersebrangan dengan ideologi apalagi agama. Jadi, mempelajari stoic tidak akan membuat kalian tidak percaya tuhan atau menjadi atheis. Jadi, apa itu stoic? stoic membantu kita untuk mengontrol emosi negative dan melipat gandakan rasa syukur yang kita dapatkan.   Stoic mendefinisikan hidup terbagi menjadi dua hal. Sesuatu yang bisa kita kontrol, dan sesuatu yang tidak bisa kita kontrol. Misalnya, kita memb...

Melawan Rasa Takut

Setelah semalam diguyur hujan lebat, pagi kali ini cukup cerah. Aku duduk di pelataran rumah memandang indahnya sinar mentari yang memaksa embun untuk pergi. Ditemani secangkir kopi, tubuhku mulai disiram hangatnya mentari. Udara segar yang kuhirup membuat suasana semakin sejuk. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku   rutin melakukan hal tersebut. Alasanku sederhana, dengan cara itu, aku lebih bisa mensyukuri hidup. Tak lupa aku membawa buku bersampul merah yang akhir-akhir ini menjadi andalan. Buku yang membuatku tetap hidup disaat lelah mengejar mimpi. Buku yang sudah beberapa kali aku tamatkan, namun tak pernah bosan untuk dibaca ulang. Buku itu adalah Catatan Juang karya Fiersa Besari. Ada satu kutipan menarik yang aku temukan di buku ini . “Lebih baik gagal saat   mencoba, daripada selamanya bertanya-tanya.” Benakku melayang, buku ini seolah menamparku keras. Ingatan-ingatan tentang mengejar mimpi menyeruak di kepala, bersatu lalu menghakimi diriku yang gagal memperjuangk...

Kawan Lama

Akhir-akhir ini, aku seakan tidak bisa lepas dari ponsel. Berdalih karena belajar online, scroll sosial media, mencari informasi akurat, atau hanya sekadar bermain game. Aktifitas tersebut memang sangat meng-asyikan, hingga tanpa sadar aku telah bergantung sepenuhnya pada ponsel. Teralu lama menghabiskan waktu di dunia maya membuatku lupa bahwa kehidupan sesungguhnya yang harus jalani berada di dunia berbeda. Ya, sekarang ini, kita seakan hidup di dua dunia. Dunia pertama adalah kehidupan nyata. Dunia kedua adalah dunia maya, tempat dimana semua orang menyembunyikan keburukannya. Kenapa menyembunyikan? Karena yang ditunjukan hanyalah kebaikan dan keindahannya. Di suatu waktu, seorang kawan lama menghubungiku dengan nomor yang tidak aku kenal dan mananyakan kabarku. Setelah aku ingat-ingat, dia adalah kawan terdekatku dulu semasa mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar. Kami lantas merencanakan hari untuk bertemu, dan karena hal ini aku jadi tersadar. Di sosial media, kita sibuk men...

Terimakasih 2021

Saya kira hal-hal berat akan berakhir di tahun ini, tetapi kenyataannya tidak demikian. Dalam hidup saya, 2021 lebih mengagetkan ternyata. Tahun yang ternyata lebih berat dari tahun sebelumnya. Tahun dimana saya harus melakukan suatu tindakan agar bisa sembuh. Tahun dimana salah satu hal yang saya impikan harus kandas. Tahun yang melatih mental. Tahun yang memberi banyak pelajaran, baik tentang menerima, maupun melupakan. Tahun dimana isi kepala saya berbenturan dengan orang yang menafkahi saya. Hingga tahun dimana saya harus kuat untuk menahan semua omongan kejam yang menyerang saya. Tidak mudah memang, dan dalam perjalanannya sayapun tak jarang melepas air dari kelopak mata. Hal yang wajar, karena selalu ada ketenangan selepas melepas air yang entah terbuat dari apa itu. Bukan hal yang salah, bukan juga hal lemah. Terkadang menangis adalah obat dari segala hal yang dianggap sudah diluar batas untuk dihadapi. Mempertahankan idealisme ya harus tahan banting. Itu resiko. Dan saya me...

Mirror

Hampiri cermin yang menempel di dinding itu. Lalu, lihatlah sosok di hadapanmu. Sosok yang mungkin kau banggakan karena disukai banyak orang. Atau mungkin, sosok yang kau benci, karena tidak seperti kebanyakan orang. Lihatlah baik-baik sosok itu. Sosok yang selalu ada bersamamu, sosok yang ikut terluka saat kau terluka, sosok yang mungkin sering kau salahkan ketika keingianmu tak tercapai. Sosok itu tak pernah mengeluh, ia tetap setia kepadamu. Sosok itu menerima jalan yang di takdirkan untuknya, yaitu mendampingimu. Sosok itu adalah ragamu. Jika dipikirakan ulang, sebenarnya tuhan menciptakan kita dalam dua kesatuan. Yang pertama adalah yang sedang kau tatap di cermin. Dan yang kedua adalah kau yang sesungguhnya. Yang dapat berpikir, yang dapat menentukan akan kemana arah jalan hidupmu. Dan sering kali kita keliru akan hal itu. Mungkin kau pernah suatu waktu, melukai ragamu karena kesalahan atau kekecewaan yang diperbuat oleh dirimu yang sesungguhnya. Aku pun demikian. Aku sempat ...

Jatinangor di Bulan April

17 April 2021 Aku terbangun dengan penuh antusias, hari yang dinanti akhirnya tiba. Pagi yang cukup sejuk di bulan ramadhan, namun suara pupujian di masjid menghangatkan segalanya. Setelah merapihkan ranjang peristirahatan, aku bergegas membasuh diri, kemudian mengisi perut untuk pondasi puasa hari ini. Tidak lama setelah selesai sahur, adzan pun berkumandang. Aku lantas menjalankan kewajiban-nya, lalu berdo’a tentang apa yang akan aku lakukan hari ini agar diberi kelancaran. Tas yang sudah aku siapkan semalam kembali dicek, memastikan bahwa semua barang yang diperlukan telah ada di dalam tas. Sekitar pukul 08.10 bus membawaku pergi. Ditemani lagu-lagu Efek Rumah Kaca yang aku putar di earphone, bus melaju dengan cepat. Sesekali, aku merekam eskrim vanilla yang tumpah ruah di atas sana. Setelah beberapa menit melaju, kernet bus berjalan menuju kursi-kursi penumpang dan akhirnya tiba di kursiku. “Mau kemana a?” “Cileunyi pak” ucapku sambil membenarkan posisi duduk dan melepas ea...

Taman Kota

Sore itu, di peralihan terang menuju gelap, kita berangkat dengan hati yang damai menuju tempat paling sejuk di tegah-tengah pengapnya kota. Senja sudah mulai berpamitan saat kita tiba, mempersilahkan bintang menunjukan sinarnya untuk mengganti matahari menerangi semesta. Kita berjalan menuju kursi taman besi yang berbaris rapi di sekitar sana, lalu berbincang hal ringan yang membawa suasana kita semakin hangat. Udara dingin malam hari yang berhembus seakan tak cukup kuat untuk membuat kita merasa kedinginan, ada hal yang lebih kuat yang menyerang kami berdua, yaitu: rasa rindu. Sudah sekitar dua bulan yang lalu, terakhir kita bertamu sebelum aku berangkat untuk riset buku pertamaku, dan dua bulan bukanlah waktu sebentar untuk pasangan baru yang bisa dibilang, sedang sayang-sayangnya, hehehe. Kita berjalan menuju lapangan taman yang ditumbuhi rumput sintesis. Dikarenakan kita datang malam hari, jadi tak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang di sekitar sana, mungkin akan beda ceri...