Menjadi Stoik

Sepekan terakhir, banyak sekali kejutan besar yang menghampiri hidupku. Kenapa kejutan? Karena kejadiannya benar-benar tidak aku duga. Tentu kejutan tidak selalu tentang menyenangkan. Dan pada saat itu, kejutan yang menghampiriku adalah kejutan yang kurang menyenangkan.

Tentu kaget, dan sebagai manusia normal mengeluh kepada tuhan adalah hal yang aku lakukan. Tapi ini semua tidak berlangsung lama, karena beberapa bulan terakhir aku menjalankan sebuah aliran filsafat tentang cara berfikir yang membantuku menyelesaikan masalah yang harus diselesaikan.

Aliran filsafat ini tidak bersebrangan dengan ideologi apalagi agama. Jadi, mempelajari stoic tidak akan membuat kalian tidak percaya tuhan atau menjadi atheis. Jadi, apa itu stoic? stoic membantu kita untuk mengontrol emosi negative dan melipat gandakan rasa syukur yang kita dapatkan.

 Stoic mendefinisikan hidup terbagi menjadi dua hal. Sesuatu yang bisa kita kontrol, dan sesuatu yang tidak bisa kita kontrol. Misalnya, kita membuat suatu karya, yang bisa kita lakukan adalah melakukan semaksimal mungkin apa yang kita bisa, itu adalah suatu hal yang bisa kita kontrol. Terus apa yang tidak bisa dikontrol? Tanggapan orang lain akan hal yang kita buat atau lakukan.

Nah, masalahnya banyak orang memasukan hal yang tidak bisa dikontrol ke hal yang bisa dikontrol. Akibatnya apa? Kita berekspektasi tinggi akan suatu hal, lalu saat semua tidak berjalan sesuai ekspektasi, kita marah dan kecewa. Dan stoic, membantu kita untuk mengontrol emosi itu sehingga kita bisa terhindar dari kecewa.

Aku tidak akan membahas semua tentang stoic di sini, karena aku juga belum menguasai seluruhnya. Tapi sedikit gambaran dariku di atas semoga memotivasi kalian untuk belajar stoic. Terimakasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merelakan

Tahun ke-4

Tentang Kegagalan