Taman Kota

Sore itu, di peralihan terang menuju gelap, kita berangkat dengan hati yang damai menuju tempat paling sejuk di tegah-tengah pengapnya kota. Senja sudah mulai berpamitan saat kita tiba, mempersilahkan bintang menunjukan sinarnya untuk mengganti matahari menerangi semesta. Kita berjalan menuju kursi taman besi yang berbaris rapi di sekitar sana, lalu berbincang hal ringan yang membawa suasana kita semakin hangat.

Udara dingin malam hari yang berhembus seakan tak cukup kuat untuk membuat kita merasa kedinginan, ada hal yang lebih kuat yang menyerang kami berdua, yaitu: rasa rindu. Sudah sekitar dua bulan yang lalu, terakhir kita bertamu sebelum aku berangkat untuk riset buku pertamaku, dan dua bulan bukanlah waktu sebentar untuk pasangan baru yang bisa dibilang, sedang sayang-sayangnya, hehehe.

Kita berjalan menuju lapangan taman yang ditumbuhi rumput sintesis. Dikarenakan kita datang malam hari, jadi tak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang di sekitar sana, mungkin akan beda cerita kalau kita datang siang hari. Lantas kita berbaring diatas rumput tersebut, dengan bantal lengan masing-masing, sekarang mata kita sama-sama menatap ke angkasa.

Gugus demi gugus bintang berserakan di atas sana, sambil tersenyum dan menatap bintang, aku bercerita bagaimana perjuanganku dulu untuk mendapatkannya. Butuh waktu satu tahun lebih untukku mendapatkan hatinya, berbagai cara telah aku lakukan, dari mulai memberinya kejutan hingga surat yang ku kirim yang tak pernah tiba. Dan akhirnya aku berada disampingnya sekarang.

Ia juga bercerita masa dimana saat satu tahun lebih aku mendekatinya. Saat aku datang kehidupnya, ternyata ia sudah mantap memutuskan untuk tidak berpacaran lagi karena trauma masalalunya yang begitu dalam. Di mana untuk pertama kali dalam hidupnya ia dibentak dengan kata-kata kasar yang bahkan orang tuanya pun belum pernah melakukan itu. Hal tersebut membuat hatinya hancur hingga enggan berkenalan dengan lelaki lagi.

 Hingga akhirnya sesosok lelaki berbeda datang kehidupnya. Dan lelaki itu kebetulan aku, kenapa aku dikatakan berbeda? Mungkin karena aku menggunakan hal unik untuk mendekatinya yaitu dengan mengirim surat. Padahal menurutku, mengirim pesan dengan menggunakan surat itu jauh lebih efektif untuk menyampaikan isi pesan dibandingkan dengan mengirim pesan diWhatsApp.  Itupun membutuhkan waktu satu tahun lebih untuk membuatnya percaya bahwa aku tak seperti lelaki yang datang kepadanya sebelumku.

Kita bergegas pulang dengan rasa damai, tanganku tak pernah lepas dari denggamannya, sementara malam semakin gelap, kita semakin menjauh dari sejuknya taman kota.

-ardeidaee-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merelakan

Tahun ke-4

Tentang Kegagalan