Melawan Rasa Takut
Setelah semalam diguyur hujan
lebat, pagi kali ini cukup cerah. Aku duduk di pelataran rumah memandang
indahnya sinar mentari yang memaksa embun untuk pergi. Ditemani secangkir kopi,
tubuhku mulai disiram hangatnya mentari. Udara segar yang kuhirup membuat
suasana semakin sejuk. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku rutin melakukan hal tersebut. Alasanku
sederhana, dengan cara itu, aku lebih bisa mensyukuri hidup.
Tak lupa aku membawa buku bersampul
merah yang akhir-akhir ini menjadi andalan. Buku yang membuatku tetap hidup
disaat lelah mengejar mimpi. Buku yang sudah beberapa kali aku tamatkan, namun
tak pernah bosan untuk dibaca ulang. Buku itu adalah Catatan Juang karya Fiersa
Besari. Ada satu kutipan menarik yang aku temukan di buku ini. “Lebih baik gagal saat mencoba, daripada selamanya bertanya-tanya.”
Benakku melayang, buku ini
seolah menamparku keras. Ingatan-ingatan tentang mengejar mimpi menyeruak di kepala,
bersatu lalu menghakimi diriku yang gagal memperjuangkan mereka. Betapa sering
aku menunda, betapa sering aku menyerah sebelum mencoba, betapa sering aku
kalah dengan rasa takut. Berkat kutipan tersebut, aku sadar bahwa rasa takut
ada untuk dihadapi.
Bukankah yang membuat kita gagal
untuk mencoba adalah rasa takut? Lantas, apakah mereka yang berhasil meraih
mimpi-mimpinya adalah orang yang berhasil melawan rasa takut? Jika ya,
bagaimana cara kita melawan rasa takut? Apakah dengan mencoba sesuatu dan
memikirakan kemungkinan terburuk? Mari kita pikirkan ulang, rasa takut itu ada
karena kita tidak sepenuhnya tahu akan hal yang terjadi dan tidak siap untuk
menerima kemungkinan terburuk.
Kalau begitu, bagaimana kalau
kita memikirkan kemungkinan terburuk saat meraih mimpi? Selain akan terhindar
dari kecewa karena tidak terlalu berekspektasi, tanpa sadar kita juga
sebenarnya telah melawan rasa takut kita sendiri. Dan urusan gagal atau
berhasil, itu diluar batas kemampuan kita sebagai manusia. Yang terpenting
adalah kita sudah berani melawan rasa takut dan berhasil mencoba.
Terik mentari menusuk kulit yang
membuat lamunanku buyar. Tak terasa, pagi telah beranjak menuju siang. Aku
lantas meminum kopi yang masih tersisa dan menyimpan buku bersampul merah di
rak. Dengan ide-ide liar di kepala, aku bersiap untuk menaklukan dunia.
Komentar
Posting Komentar