Sebuah Catatan Sebelum Terlelap

Ini adalah catatan yang aku buat sebelum mataku terpejam. Malam hari, adalah waktu yang pas untuk kita melepas imajinasi ke ambang batas terjauhnya. Sambil berbaring diatas ranjang yang diselimuti kerinduan, benakku akhirnya melayang. Dengan membawa bekal keyakinan bahwa “Sesuatu yang bisa kau bayangkan adalah kenyataan” aku memasuki ruang imajinasi dengan perlahan.

Disebuah cafe yang dipenuhi cahaya yang menguning, kita duduk dimeja bundar dengan dua kursi yang saling berhadapan. Saat ini, detik ini, kita akhirnya merasakan sedekat ini, hanya dipisahkan sebatang lilin yang menyala ditengah meja. Aku memecahkan rasa gugup ini dengan senyuman, kaupun ikut tersenyum sambil bertanya

“Kenapa?”

 “Enggak.” kataku, sambil terbata-bata dan tersipu malu.

Tubuhku bergetar, telapak tanganku berkeringat. Ini adalah situasi tercanggung yang pernah aku hadapi selama ini. Bisakah aku menatap matanya? Matanya yang lancip seakan siap untuk melepaskan anak panah kehatiku jika aku berhasil menatapnya. Aku yang telah mendambanya satu tahun lebih, tentu tidak ingin menyianyiakan kesempatan ini. Meski aku tahu, konsekuensi yang akan aku dapat setelah berhasil menatap matanya adalah: aku akan semakin jatuh cinta.

Setelah mengumpulkan keberanian dan beberapa kali tarikan napas, pandanganku akhirnya mendarat pas dibola matanya. Terjadi ledakan besar dihatiku, untuk pertama kalinya, aku seakan menemukan apa yang aku cari selama ini. Lagu Pelangi dimatamu yang dinyanyikan secara live seakan tepat untuk menggambarkan situasi tersebut.

Memegang tanganmu, adalah tantangan selanjutnya yang harus aku hadapi. Juga menyiapkan kata-kata yang telah dirangkai sebelumnya, untuk menyampaikan isi hati, agar semuanya berjalan seperti yang dikehendaki. Aku termasuk orang yang senang merangkai kata, namun tak terlalu pandai berbicara, apalagi dihadapan wanita. Jadi bisa dibayangkan, tantangan yang harus aku lalui.

Beberapa menit berlalu tanpa kata, sebelum akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara.

“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” tanganku berusaha memegang tangannya. Sementara gadis itu kaget dan terdiam.

Aku menatap matanya dengan serius “ Kamu ingat dulu? Dibulan-bulan terakhir sebelum kita lulus sekolah, saat kita sama-sama dipenuhi tugas, kita sesekali mereply story WhatsApp masing-masing yang membuat kita tidak terlalu asing. Hingga suatu ketika, muncul dipikiranku untuk menanyakan tugas kepadamu. Dan mulai saat itu, kita makin sering berkomunikasi dan berbagi hasil mengerjakan tugas, hingga akhirnya kita lulus. Dan pada saat itu aku gelisah, aku gelisah karena tak akan lagi ada alasan menanyakan tugas untuk aku bisa berkomunikasi denganmu. Aku rasa, kegelisahan ini adalah awal aku jatuh cinta. Dan teryata benar, saat kita tak saling menyapa, aku merasakan sesuatu yang banyak disebut orang lain adalah rindu. Aku rindu kamu, aku sayang kamu.”

Gadis itu bingung dan tersipu, lalu berkata, “Maksudnya?”

Aku mengeluarkan coklat Silverqueen dari dalam tas, “Aku sayang kamu, kamu mau ga jadi pendamping hidup aku. Kalo kamu mau, ambil coklat ini, tapi kalo kamu gamau, kamu bisa buang coklat ini langsung dihadapanku.”

Gadis itu sempat diam beberapa saat, sebelum akhirnya, ia mengambil coklat itu dan berkata “Iya, aku mau jadi pendamping hidup kamu, selamanya.” Ucap gadis itu seraya tersenyum manis.

Aku tersenyum senang, dan untuk pertama kalinya, bibirku mendarat di punggung tangan seorang gadis.

Aku tenggelam dalam dunia yang kuinginkan. Dan semakin aku tenggelam, semakin aku sadar bahwa hal ini terlalu berlebihan. Aku terlampau jauh pergi dalam dunia imajinasi yang aku ciptakan sendiri. Hingga lupa bahwa aku hidup di realitas, dan tidak semua imajinasi terwujud direalitas. Ahh tidak mengapa. Mungkin ini adalah caraku membahagiakan hati, yang jelas-jelas, hal itu tidak akan terjadi.

-ardeidaee-

Tulisan ini untukmu,

Bahagialah selalu, dengan pilihanmu, jangan lupakan aku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merelakan

Tahun ke-4

Tentang Kegagalan