Surat Yang Tidak Pernah Tiba
Otak dan hati memang tidak bisa
dipisahkan, contohnya dalam bertindak. Jika hanya menggunakan otak dan
mementingkan diri sendiri, tindakan kita akan menyakiti banyak perasaan.
Begitupula jika kita bertindak hanya menggunakan hati, mungkin kita sendiri
yang akan menjadi korban perasaan. Makanya, kedua komponen itu sangat penting
dipersatukan. Bodohnya, pada tanggal 09 Februari 2021 otakku kalah berperang
dengan hatiku. Dan akhirnya aku menulis sebuah surat yang berisi tentang Dia
dan Cinta.
Ini adalah surat pertamaku
untuknya, aku menulisnya dengan sepenuh hati. Surat ini adalah harapan bagiku,
harapan atas semua ketidakpastian yang telah kami lalui. Dengan surat ini aku
berharap dia mengerti arti cinta, dan mengerti bahwa aku mencintainya. Otakku
sudah tak berdaya lagi pada saat itu, tanpa berpikir panjang, tanpa memikirkan
kemungkinan terburuk, aku berniat untuk mengirimkan surat tersebut. Jaraknya
lumayan jauh dari tempatku tinggal, sekitar 22km. Tapi bila sudah mengikuti
hati, sejauh apapun akan ku tempuh, seluas apapun akan ku sebrangi, setinggi
apapun akan ku capai, walau harus ada yang dikorbankan.
Dengan menggunakan sepeda motor
yang tidak di desain untuk mengebut, aku melibas jalanan dengan pasti, mentari
pagi menuju siang menjadi saksi, betapa otak tak berdaya melawan hati. Akhirnya
aku tiba di daerah nya, aku berhenti di dekat rumah kosong yang masih proses
pembangunan. Aku meletakkan surat tepat di samping bangunan tersebut. Setelah
itu aku mengambil beberapa gambar, berharap cukup petunjuk untuk nya menemukan
surat tersebut. Andai saja aku tahu rumahnya, aku tidak akan merepotkan seperti
ini, maaf.
"Jikalau berkenan ambil lah
surat ini". Aku mengirim sebuah pesan WhatsApp kepadanya diikuti 3 foto
sebagai petunjuk. Kemudian aku menancap gas untuk kembali pulang. Diperjalanan
pulang, pikiranku tak karuan. Timbul beberapa pertanyaan, Apakah dia akan
terkejut? Respon apa yang akan dia berikan? Apakah dia akan langsung mengambil
suratnya? Apakah dia akan mulai menyukaiku? Aku terlalu berharap, hingga
akhirnya lupa membayangkan kemungkinan terburuknya. Aku lupa bahwa saat kita
menaruh harap yang begitu tinggi, kita juga harus siap dengan kecewa yang
teramat dalam.
Dan benar, rasa kecewa
menghampiri ku. Dia membalas pesan dengan sangat singkat. Lebih parahnya, dia
bersikap seakan hal yang aku lakukan sangat bodoh. Dan katanya, dia tidak
sedang berada di daerah tersebut. Aku sangat kecewa, aku tidak tahu lagi
bagaimana nasib surat itu sekarang, entah sudah dibaca orang dan dirobek, entah
masih ada, entah bagaimana. Aku tidak peduli lagi sekarang. Syukur-syukur saat
dia pulang ingat surat tersebut dan mengambilnya, tidak pun tak mengapa. Bagiku
sekarang yang terpenting adalah aku sudah berjuang, walau hasilnya tak seperti
yang di harapkan. Karena aku percaya, perjuangan tidak akan sia-sia. Dan
kesia-sian ini tidak akan sia-sia.
Komentar
Posting Komentar