IBU Yang Tak Pernah Jujur Tentang Luka
"Anakku anakku
anakku,
Dunia yang akan kau
alami
Tak sama tak sama tak
sama
Dengan dunia yang
kualami
Makin berliku-liku
Liku-liku cari
sekolah
Liku-liku cari nafkah
Namun jangan berkecil
hati
Jadilah manusia sakti
Cerdas tabah kreatif
Dengar dengar dengar
Dengar
semboyanku."
Jum'at, 05 Maret
2004.
Ibu, yang kau tulis benar. Dunia
yang sekarang kuhadapi tak lagi sama. Kebaikan yang diperbuat sekarang belum
lengkap jika belum diabadikan. Mereka memperlihatkan kekurangan kita dan
membagikannya kesosial media seolah mereka peduli, padahal tidak demikian.
Bukankah itu sebuah aib? Dan semata-mata hanya merendahkan? Ah ibu aku membenci
dunia dan orang-orang yang seperti itu.
Ibu, aku membaca tulisan yang
kau buat dibalik foto masa kecilku dulu. Aku membaca setiap kata yang kau buat
dengan terbata-bata, hingga mengeluarkan air mata. Sama seperti saat kau
menuliskannya dengan penuh luka, saat ditinggal seseorang yang seharusnya
menjadi tulang punggung keluarga. Seorang diri, kau melakukan kewajiban yang
seharusnya dilakukan laki-laki, yaitu mencari nafkah. Aku tahu, semua itu rela
kau lakukan hanya demi melihat aku tersenyum dan tumbuh besar seperti anak yang
lainnya. Walau terkadang aku membencimu, kenapa aku terlahir tanpa kasih sayang
seorang bapak.
Ibu, saat aku mengerti tentang
semua yang terjadi dulu, aku tak lagi membencimu. Sekarang aku bangga padamu
Bu. Aku bangga terlahir dari rahim seorang ibu yang kuat melawati luka yang
dihadapinya. Aku tidak pernah tahu dengan pasti luka seperti apa yang kau
rasakan. Setiap kali aku menanyakannya, kau selau berdalih tak punya luka.
Meski terlihat diraut wajahmu kau berbohong.
Ibu, ajarkan aku cara
menyembunyikan luka. Ajarkan aku untuk selalu tersenyum dihadapan semua orang,
walau hati sedang menangis. Ajarkan aku tabah, menghadapi semua cobaan yang
seringkali memberatkan. Ajarkan aku untuk tidak putus asa, mengejar mimpi yang
seolah berlari. Ajarkan aku untuk terus bersyukur, menjalani hidup dan menerima
semua kenyataan. Ibu, ajarkan aku untuk sekuat dirimu.
Ibu, aku menyerah. Aku tidak
kuat lagi menahan semua tekanan yang menghujam dengan bertubi-tubi. Aku lelah
menghadapi kerasnya dunia. Rasanya, aku ingin pergi ke alam lain Bu. Tapi Bu,
setelah ingat perjuanganmu membesarkan ku dulu, aku sadar, luka ku tidak ada
apa-apanya dibanding lukamu. Aku berjanji akan mengangkat derajatmu Bu. Aku
berjanji akan membawamu ketanah suci. Aku berjanji akan membahagiakanmu. Aku
berjanji, aku tidak akan menyerah, sebelum diriku benar-benar punah.
Terimakasih ibu, I Love You.
(Tulisan ini terinspirasi dari teman sekolahku dulu yang diberikan foto masa kecil oleh ibunya yang dibelakangnya tertulis pesan haru untuk nya menjalankan kehidupan)
Komentar
Posting Komentar