Bertamu ke Cikuray, 27-28 Juni 2020
![]() |
Cerita ini bermula pada tanggal
22 Juni 2020, pada saat itu seorang sahabat menawariku mendaki gunung, gayung
bersambut aku pun mengiyakan. Sebenarnya sudah lama hasrat mendaki ini muncul,
terlepas ketika tidak sengaja menonton video Fiersa Besari di channel
youtubenya saat mendokumentasikan pendakiannya. Aku seakan terhipnotis. Dalam
video tersebut, kita seakan dibawa mendaki, seakan-akan kita melakukan
pendakian dan merasakan apa yang bung Fiersa rasakan. Video tersebut juga
berhasil membuatku sadar, bahwa alam raya ini sangat luas dan indah, yang
menunggu untuk kita datangi. Terkadang aku membenci diriku sendiri yang
terlambat menyadari hal tersebut.
"Partner pendakian itu
penting, karena dia bisa menjelma motivator saat kita kelelahan dan hampir
menyerah". Aku mendengar kata-kata tersebut dari sahabatku. Menurutku, ini
kesempatan baik. Karena sahabatku tersebut cukup berpengalaman dalam hal
pendakian. Jadi, aku sangat percaya dan berani mengiyakan ajakannya. Beberapa
hari sebelum pendakian, aku disarankan untuk berolahraga. Kata sahabatku, kita
akan mendaki selama 8 jam, harus memiliki stamina tubuh yang kuat. Akupun
menuruti nasihat tersebut, lantas aku melakukan olahraga setiap pagi dan sore
dengan cara berlari dan sedikit push up.
Kami sepakat untuk berangkat
pada tanggal 27 Juni 2020. Rencananya kami akan melakukan pendakian naik-turun
selama 2 hari. Pada pendakian kali ini, sahabatku turut mengajak 2 kawannya,
jadi kita akan mendaki ber-4. Setelah memenuhi beberapa kebutuhan logistik,
kami melesat menggunakan sepeda motor menuju basecamp Cikuray. Jalanan kota
Garut kami libas dengan pasti, perlahan kami mulai memasuki perkampungan dan
langsung disuguhi dengan jalan menanjak yang cukup terjal. Setelah itu kami
tersadar, kami salah mengambil jalan. Rencana awal kami akan mendaki via
Kiarajanggot. Tapi Google maps malah membawa kami ke jalur pendakian via
Pemancar. Kenapa kami memilih jalur Kiarajanggot? Karena sahabatku sudah pernah
via Pemancar, jadi dia ingin mencoba jalur baru yang belum pernah ia coba.
Ternyata kasus tersebut sering terjadi pada pendaki yang lain. Niatnya ke
Pemancar malah ke Kiarajanggot, jadi sepertinya ini sudah menjadi hukum alam,
Hadeuhh. Setelah cukup lama berunding, kami memutuskan untuk meneruskan
perjalanan menuju basecamp Cikuray via Pemancar.
Akhirnya kami sampai di pos
pendataan. Lantas kami mendata diri beserta daerah asal, lalu kembali
melanjutkan perjalanan. Medan yang dilalui setelah ini sangat berat, jalan
berbatu yang menanjak ditengah kebun teh harus kami lalui. Kami berangkat 4
orang menggunakan 2 sepeda motor. Mau tidak mau 2 orang harus jalan kaki,
karena beratnya medan yang harus dilalui. Aku terus melanjutkan menggerus jalan
batu bersama kawanku 1 lagi yang membawa sepeda motor. Dikarenakan sulitnya
Medan, sepeda motor matic yang kukendarai seringkali tak kuat menghadapi
tanjakan curam hingga akhirnya harus didorong. Puncaknya, sepeda motorku sampai
mengeluarkan bau hangus dari dalam CVT. Aku sangat menyesal telah membawa motor
kesayanganku ke sini.
Kami berdua akhirnya sampai di
pos Pemancar. Seusai memarkirkan kendaraan dan mengunci stang, kami pergi ke
sebuah saung yang disediakan sambil menunggu kawan kami yang berjalan kaki.
Setelah cukup lama menunggu, kawan kami yang berjalan kaki akhirnya tiba.
Setelah berkumpul, kami melaksanakan kewajiban yaitu mengisi perut. Hehehe.
Rencananya, setelah shalat Dzuhur pendakian akan dimulai. Oh iya, dikarenakan
ini pendakian pertamaku, aku menggunakan pakaian yang tidak seharusnya
digunakan mendaki. Aku memakai celana Sontog Levis, dan memakai sepatu Vans
sekolah, Hal yang tidak patut ditiru, Hehehe.
Jam menunjukkan pukul 2 siang
tatkala kami memulai pendakian, cuaca cukup bersahabat, tidak terlalu panas,
tidak juga hujan. Aku melangkah dengan pasti, menyusuri jalan tanah yang tampak
padat akibat sering di lalui. Aku sangat berambisi untuk meraih puncak, bahkan
kawanku sampai kewalahan untuk mengimbangi langkahku. Maklum ini pendakian pertamaku,
puncak menurutku sangat penting. Namun sekarang aku sadar, bahwa yang paling
penting adalah kembali dengan selamat, puncak hanyalah sekadar bonus.
Kaki mulai terasa pegal tatkala
sampai di pos 4, jalur semakin curam bahkan saat melangkah dengkul sampai
menyentuh perut. Namun dikarenakan ambisiku untuk sampai kepuncak, rasa pegal
tak dirasa sama sekali. Hari mulai menggelap tatkala kami sampai di pos 6,
lahan yang seharusnya dijadikan tempat mendirikan tenda sudah terisi penuh,
akhirnya kami memutuskan untuk mendaki sedikit lagi mencari lahan kosong, untuk
mendirikan tenda. Setelah berhasil mendirikan tenda dan memasukkan
barang-barang kedalamnya, kami lantas memasak untuk memenuhi kebutuhan perut.
Setelah perut terisi, kami
lantas berbincang. Kami saling berbagi cerita dan tawa, banyak hal yang dulu
tidak aku ketahui dari sahabatku, sekarang aku ketahui, begitupun sebaliknya.
Aku banyak belajar hal baru tentang pendakian dan lain-lain, bukankah sahabat
sesungguhnya adalah sahabat yang membuatmu terus berkembang? Sudahkah kamu
menemukan sahabat? Pada malam itu, udara cukup dingin. Aku yang tidak memiliki
sleeping bag terpaksa harus memakai beberapa lapis jaket, sarung tangan, hingga
kaus kaki, agar tubuhku tetap hangat. Dan kamipun berangkat tidur.
Diluar dugaan tenda yang kami
bangun diganggu Bagas (babi ganas) lantas sahabatku 2 orang terjaga dari
tidurnya untuk menjaga tenda agar tidak rubuh diseruduk Bagas, sedangkan aku
dan satu kawanku melanjutkan tidur walau tidak pulas. Pegal mulai terasa
dikakiku, ini pasti karena ambisiku tadi saat mendaki, aku terlalu bersemangat,
ditambah posisiku tidur yang melipat kaki. Akhirnya aku pijit-pijit kakiku
sendiri, kalo dirumah pasti sudah dipijitin. Hehehe. Kini aku mengerti
perkataan temanku, "jangan terburu-buru" ternyata ini akibatnya.
Udara jam 3 pagi terasa sangat
dingin, lebih dingin dari udara tadi malam. Kami lantas memasak untuk sarapan,
setelah menyantap makanan, kami melakukan sedikit pemanasan, bersiap untuk
melakukan summit attack. Tenda kami bongkar, karena di lahan ini bukan pos,
jadi kami takut barang-barang kami hilang, walau ada tenda-tenda lain disekitar
sini, setidaknya mencegah lebih baik. Setelah berjalan hampir 1 jam, kami
akhirnya sampai di pos terakhir, yaitu pos 7. Tenda sangat penuh disini. Maklum
ini musim pendakian. Jadi wajar saja kalau penuh. Kami melanjutkan pendakian,
setelah beberapa menit, kami akhirnya sampai di puncak Gunung Cikuray.
Tak kusangka akhirnya aku
menapakkan kaki di puncak tertinggi Garut. Pendakian kali ini mengajarkanku
bahwa, sehebat apapun manusia berencana, rencana terbaik tetaplah rencana sang
kuasa. Mungkin jika kemarin kami memaksa untuk mendaki jalur Kiara Janggot,
kami tidak akan sampai di puncak. Jalur Pemancar saja sudah cukup membuat
kakiku sakit, apalagi jalur Kiara Janggot yang kabarnya jauh lebih panjang.
Ahh, memang benar sang kuasa tahu yang terbaik untuk kita.
Matahari mulai nampak
dikejauhan, kami lantas tenggelam dalam keindahan. Lautan awan terhampar jelas
seakan bisa dipijak. Alhamdulillah, dipendakian pertamaku ini, aku cukup
beruntung mendapatkan sunrice seindah ini. Setelah mengambil beberapa foto kami
lantas menuruni gunung dengan rasa puas. Dalam hati, aku berkata,
"Terimakasih Cikuray, tunggu aku kembali".
Komentar
Posting Komentar